Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah hingga tembus 14.500. Sentimen global dengan ketidakyakinan pelaku pasar terhadap penangguhan perang dagang antara AS dan China.
Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (6/12/2018), rupiah dibuka melemah 80 poin atau 0,55 persen ke posisi 14.482 per dolar AS dari penutupan perdagangan Rabu kemarin 14.402 per dolar AS. Kamis siang ini, rupiah bergerak di posisi 14.540 per dolar AS.
Sepanjang Kamis pekan ini, laju rupiah berada di kisaran 14.482-14.540 per dolar AS. Dengan pelemahan itu membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS koreksi 6,8 persen sepanjang tahun berjalan 2018.
Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah tergelincir 124 poin atau 0,85 persen ke posisi 14.507 per dolar AS dari penutupan 5 Desember 2018 sebesar 14.383 per dolar AS.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual menuturkan, nilai tukar rupiah alami koreksi terhadap dolar AS didorong kekhawatiran pelaku pasar terhadap perang dagang AS-China. Pelaku pasar menilai China belum terlalu menanggapi serius perjanjian penangguhan pengenaan tarif impor terkait perang dagang.
Selain itu, otoritas Kanada dikabarkan menangkap putrid dari pendiri raksasa telekomunikasi China Huawei atas permintaan penegak hukum AS.
David menilai hal tersebut dapat memicu ketegangan lagi antara AS dan China. "(Pelemahan rupiah-red) ini lebih dipengaruhi sentimen global,
Sedangkan dari internal, menurut David sepi sentimen. Ia prediksi, rupiah bergerak di kisaran 14.405-14.570 per dolar AS pada Kamis pekan ini. “Domestik tidak ada. Rupiah permintaan bertambah untuk kebutuhan impor,” kata dia.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani menyakini nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat atau USD pada tahun depan akan berada di bawah Rp 14.000 per USD. Asumsi ini pun mempertimbangkan dengan melihat berbagai peluang yang ada.
"Jadi kami meyakini kira-kira (Rupiah) di Rp13.800-an per USD. Karena kita melihat bahwa tren harga minyak dunia kemungkinan akan turun. Kemudian di Indoensia sendiri kita optimis bisa konversi mata uang yang selama ini bergantung ke USD bisa kita konversi ke mata uang mitra dagang kita salah satunya China," kata Hariyadi di Kantornya, Jakarta, Rabu 5 Desember 2018.
Haryadi menilai selama ini, para pelaku usaha umumnya bergantung pada mata uang Dolar.
Padahal, mitra dagang Indonesia lebih besar mengarah ke China. Di mana total perdagagan Indonesia sekitar USD 60 miliar, dengan komposisi impornya USD 35 miliar dan ekspornya USD 26 miliar.
"Jadi kita meyakini bahwa kalau kita bisa konversi sampai dengan misalnya antara 20 miliar saja dari perdagangan dengan China ini akan membuat efek yang sangat positif dan kita berharap upaya ini juga nantinya bisa disambut dengan baik oleh mitra-mitra perdagangan kita lainnya apakah dengan Jepang Korsel dan sebagainya," jelasnya.
Hariyadi menambahkan, apabila nantinya mata Uang Garuda dapat menyentuh di bawah Rp 14.000 pada tahun depan, pihaknya juga menginginkan dukungan dari bank sentral.
"Kita juga berharap dari sektor keungan akan merespons dengan penurunan suku bunga jadi BI (Bank Indonesia) kita harapkan responsnya juga akan bagus," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS), Soegiharto Santoso mengatakan untuk menyiasati penguatan mata uang negeri Paman Sam tersebut, pengusaha sebaiknya tidak bergantung pada dolar AS. Transaksi pembelian bisa disiasati dengan mengonversikan mata uang asal negara importir tersebut.
"Tapi tadi kan kita mencermatinya belanjanya dengan mata uang negaranya, misalkan ke China gunakan mata uang China dan ke Taiwan begitu juga. Itu akan kita coba jalanin," pungkasnya.
Seperti diketahui, Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak melemah di perdagangan hari ini, Rabu (5/12/2018). Pagi ini, Rupiah dibuka di level Rp 14.363 per USD atau melemah dibanding penutupan perdagangan minggu lalu di Rp 14.291 per USD.
0 komentar:
Posting Komentar